Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Dalam era reformasi sekarang ini,kita
sering mendengar tentang sistem ekonomi kerakyatan yang dibandingkan
dengan sistem ekonomi neoliberal.Pada tulisan sebelumnya kita membahas
tentang sistem ekonomi neoliberal,dan sekarang mari kita membahas
tentang apa sebenarnya sistem ekonomi kerakyatan itu? Sistem Ekonomi
Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas
kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan
pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
a) berdaulat di bidang politik
b) mandiri di bidang ekonomi
c) berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
- penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
- pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
- pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931)
menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung
Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad
Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar
negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata
kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti
merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus
ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah
demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi
yang demokratis.
Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi
yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang
berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk
semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang.
Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi
ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus
dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan
orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.Hanya
perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di
tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu
harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.”
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan
tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena
seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan
alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak
ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan:
1) Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
2) Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
3) Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
4) Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
Lima hal pokok yang harus segera diperjuangkan agar system ekonomi kerakyatan tidak hanya menjadi wacana saja:
- Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
- Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
- Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
- Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
- Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar