Pada pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia
Menurut pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Latief Adam, kinerja pemerintah di bidang ekonomi sepanjang satu tahun
terakhir tidak mengalami kemajuan. Ia menilai pemerintah masih bangga
dengan pencapaian-pencapaian bersifat teori yang ditulis dalam RAPBN
2011. Padahal menurutnya yang terpenting adalah realisasi target
pencapaian yang dapat dilihat dari berkurangnya angka pengangguran dan
angka kemiskinan yang ternyata belum berhasil dilakukan pemerintah
hingga sekarang.
Penganguran
dan kemiskinan yang dari dahulu tidak pernah terselesaikan masalahnya ,
seharusnya pemerintah harus lebih berkerja keras untuk masalah-masalah
rakyat tersebut. Tapi kenyataannya masih belum.
Sebenarnya
masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama
yang sampai saat ini belum diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat
pengangguran terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan
kerja atau berada pada kisaran 9 juta orang.
Angka
pengangguran yang menurun serta perkembangan harga yang relatif stabil
berpengaruh pada penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun 2009.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin
antara meningkatnya penerimaan upah riil harian buruh tani, menurunnya
rata-rata harga beras nasional serta stabilnya inflasi. Penurunan
kemiskinan juga dipengaruhi oleh program pemerintah yaitu penyaluran
Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk keluarga miskin. Juga adanya program
seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Dengan
angka pertumbuhan ekonomi yang diprediksi mencapai 6,5 persen, serta
pendapatan nasional (PDB) sekitar 820 Milyar Dolar Amerika Serikat,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memandang perekonomian Indonesia ke
depan dengan optimis. Namun demikian, infrastruktur dan korupsi masih
jadi hambatan.
Dalam pidato usai pembukaan sesi
perdagangan awal tahun di Bursa Efek Indonesia, Senin pagi, Presiden
Yudhoyono memaparkan beberapa indikator perekonomian Indonesia di masa
depan, yang ia katakan membuka banyak peluang di tengah-tengah krisis
keuangan di Amerika Serikat dan Eropa. Situasi ini diharapkan dapat
mendorong peningkatan pendapatan nasional di masa depan.
Presiden SBY mengatakan, “Insya Allah
ekonomi kita terakhir dari prognosisnya akan tumbuh sekitar 6,5 persen.
Ketika dunia sedang mengalami krisis seperti sekarang ini, tentu patut
disyukuri. GDP (pendapatan nasional) kita tahun 2011 diperkirakan akan
mencapai sekitar 820 Milyar Dollar Amerika Serikat. Mudah-mudahan tidak
terlalu lama lagi, di tahun-tahun mendatang bisa tembus 1 Trilyun Dollar
Amerika Serikat, dan itu akan mengubah sejarah. Pendapatan per kapita
kita telah tembus sekitar 3.400 Dollar Amerika per orang per tahun. Ini
juga patut kita syukuri.”
Dari sisi pasar modal, Presiden
mengapresiasi transaksi di BEI sepanjang 2011. Dari sisi kapital, ada
peningkatan sebesar Rp 3500,6 Triyun. Sedangkan jumlah perusahaan yang
mengeluarkan obligasi juga meningkat.
Meskipun demikian, sejumlah hambatan
klasik masih menghadang; seperti infrastuktur, birokrasi yang lamban,
serta korupsi yang menghilangkan kesempatan investasi yang lebih banyak.
Jalan keluar yang akan diupayakan tahun ini adalah peningkatan alokasi
dana sisa APBN untuk infrastruktur.
“Porsi APBN kita tingkatkan. Ini ada
sisa anggaran lebih sudah saya pesan kepada Menteri Keuangan sekitar
Rp40 Trilyun, maka gunakan sebagian untuk meningkatkan infrastruktur
agar terjadi pergerakan ekonomi yang lebih pesat lagi,” papar Presiden
Yudhoyono.
Pada sesi tanya jawab, Amir, seorang
analis pasar modal, menanyakan sejauh mana kebijakan strategis
pemerintah bisa mengurangi dampak krisis keuangan Amerika dan Eropa,
bagi para pelaku industri keuangan.
“Seperti tadi Bapak sampaikan, bahwa
persoalan krisis utang di Amerika dan Eropa bahkan di Jepang itu jauh
dari tuntas, tentu ini berdampak pada perekonomian global termasuk di
Indonesia. Khususnya karena kami di industri keuangan, apa saja yang
sudah dan akan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan
ekonomi, mengingat di tahun 2008 (krisis keuangan akibat kredit macet
sektor properti di AS) itu cukup traumatis, pak, dan ini banyak
ditanyakan oleh para investor,” ujar Amir.
Atas pernyataan ini, Presiden mengatakan
pemerintah dan Bank Indonesia melakukan strategi ibarat permainan sepak
bola yang kuat, saling mendukung satu sama lain. Kebijakan fiskal
diperkuat agar investasi tetap tumbuh di tengah-tengah krisis.
“Agar menang dalam permainan bola kiper
harus bagus, bek (pemain belakang) juga harus kuat kalau tidak
kebobolan. Bikin pertahanan belakang jangan sampai kebobolan, ini
ibaratnya kebijakan moneter dan fiskal; yang bagus, yang tepat, yang
“sehat”. Tetapi kalau hanya jaga gawang mungkin enggak kemasukan
(investasi) tetapi kita tidak bisa memasukkan.
Oleh karena itu perlu
gelandang dan striker, ini kebijakan perbankan, kebijakan BI yang
memungkinkan sektor riil bisa mendapatkan dana dan likuiditas sehingga
bisa melaksanakan investasi,” demikian penjelasan Presiden SBY.
So, gambaran Indonesia menjadi negara yang sejahtera masih belum terlihat, diterawang pun ngga ada hasil :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar