Ada yang berpandangan bahwa istilah simpanan merupakan ciri khas koperasi
Indonesia. Tetapi kekhasan tersebut tidak akan ada gunanya jika tidak
memiliki keunggulan dibanding yang lain. Malah sebaliknya kekhasan bisa
menempatkan koperasi menjadi eksklusif yang sulit bergaul atau
bahkan tersisih dalam pergaulan dunia usaha. Tidak ada kesan bahwa
rumusan ICA Cooperative Identity Statement (ICIS ; 1995) menempatkan
koperasi dalam posisi eksklusif. Koperasi harus berani tampil dalam
lingkungan dunia usaha memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota
berdampingan atau bersaing dengan perusahaan lainnya. Apalagi dalam alam
perdagangan bebas dan globalisasi yang tengah berlangsung.
UU sebelumnya, yaitu UU tahun 1915, 1927,
1933, dan 1949, tidak mengatur permodalan koperasi dan aspek usaha
lainnya. UU tersebut hanya mengatur pengertian dan identitas koperasi,
aspek kelembagaan, dan pengesahan badan hukum oleh pemerintah. Sedang
aspek usaha atau jika koperasi menjalankan kegiatan usaha mengikuti
hukum sipil yang berlaku. Dengan demikian maka istilah yang digunakan
untuk modal koperasi adalahandil atau saham, sama dengan yang dipergunakan oleh perusahaan pada umumnya. Bung Hatta dalam bukunya pengantar ke Jalan Ekonomi Perusahaan
(1954; hal 124) menjelaskan pengertian modal perusahaan pada umumnya, juga dianut oleh koperasi yang berbadan hukum.
Istilah simpanan untuk modal koperasi digunakan baik untuk ekuitas (modal sendin) maupun modal pinjaman,
sehingga status modal koperasi menjadi tidak jelas. UU tahun 1958,
1965, dan 1967 hanya menjelaskan sumbermodal dan bukan status modal,
dengan menyebut berbagai macam simpanan, termasuk simpanan yang
berstatus pinjaman dan cadangan. UU 25 tahun 1995 menegaskan pembedaan
pengertian status modal koperasi, yaitu modal sendiri dengan modal pinjaman.
Tetapi karena istilah yang digunakan tetap simpanan, maka kerancuan
terjadi dalam praktek. Mestinya istilah simpanan hanya digunakan untuk
modal sendiri, yaitu simpanan pokok dan simpanan wajib yang ditentukan menanggung resiko,
dan tidak digunakan untuk modal yang bersifat pinjaman. Dalam praktek
istilah simpanan juga dipergunakan untuk modal pinjaman, karena istilah
itu sudah berlaku umum di lingkungan koperasi. Di dunia perkoperasian
juga dikenal istilah saving atau simpanan, tetapi artinya sama dengan yang berlaku umum.
Perbedaan istilah, simpanan untuk
koperasi dan saham untuk perusahaan pada umumnya dilihat dari segi hukum
dapat dibenarkan, karena simpanan merupakan ketentuan UU. Masalah yang
timbul dalam praktek di lingkungan dunia usaha, adalah perbedaan
pengertian terhadap istilah simpanan. Ketentuan yang berkaitan dengan
saham tidak berlaku untuk simpanan. Jika ketentuan tersebut memberikan
perlakukan tertentu yang menguntungkan saham, maka simpanan tidak ikut
menikmatinya. Istilah simpanan untuk modal koperasi merupakan pengertian
eksklusif koperasi yang berbeda dengan pengertian umum, yang akhirnya
mengungkung dirinya sendiri.
Tulisan ini membahas modal sendiri koperasi
dengan berbagai implikasi dari istilah simpanan, serta berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan modal. Acuannya menggunakan UU 25
tahun 1992 yang masih berlaku, yang menentukan bahwa modal sendiri
koperasi terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangandan hibah. Penyebutan UU yang dimaksud adalah UU 25 tahun 1992.
Istilah simpanan mempunyai konotasi pengertian milik penyimpan,
yang berarti modal pinjaman. Dengan demikian maka simpanan adalah milik
anggota koperasi, sehingga pada hakekatnya koperasi tidak memiliki
modal sendiri. Pengertian simpanan pada umumnya hanya dipergunakan untuk
modal pinjaman,seperti ketentuan
UU 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU 7 tahun 1992 tentang Perbankan
dengan rumusan : simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro,
Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk /ainnya yang
dipersamakan dengan itu (Pasal1 butir 5).
Dunia usaha tidak pernah bisa
memahami bahwa simpanan koperasi berarti modal sendiri. Sehubungan
dengan itu, UU No. 25 tentang perkoperasian (Pasal 55) menetapkan bahwa
simpanan anggota, simpanan pokok dan simpanan wajib, merupakan modal
yang menanggung resiko. Jika koperasi mengalami kerugian atau dibubarkan
karena sebab tertentu, simpanan tersebut akan dipergunakan untuk
menutup kerugian atau menyelesaikan kewajiban lainnya. Dengan ketentuan
seperti itu, maka simpanan koperasi diartikan sebagai modal sendiri atau
dapat disamakan dengan saham perusahaan. Meskipun pengertian tersebut
merupakancontradiction in terminis karena simpanan koperasi yang berarti milik penyimpan tetapi ditentukan menanggung resiko sebagai modal sendiri koperasi.
Berbeda dengan saham perusahaan, yang
jelas pengertiannya sebagai modal sendiri perusahaan, menanggung resiko.
Saham bukan lagi menjadi milik pemegang saham, dan tidak bisa diminta
kembali dalam bentuk uang kecuali dijualbelikan. Jika perusahaan
mengalami kerugian atau dibubarkan, saham dikompensasikan dengan
kerugian atau penyelesaian kewajiban akibat pembubaran. Karena
pengertiannya sudah jelas dan dipahami setiap orang, jika saham
dipergunakan untuk menutup kerugian atau nilainya menurun dalam pasar
modal, tidak ada pemegang saham yang menuntut pengembalian sahamnya.
Sebaliknya jika koperasl mengalami kerugian atau dibubarkan dan
simpanannya habis untuk itu, anggota tetap menuntut pengembalian
simpanannya. Anggota merasa bahwa simpanan ng tetap menjadi miliknya.
Dana Cadangan
Dana cadangan diperoleh dan dikumpulkan
dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha (SHU) tiap tahun, dengan
maksud jika sewaktu-waktu diperlukan untuk menutup kerugian dan
keperluan memupuk permodalan. Posisi dana cadangan dalam sisi pasiva
menunjukkan bahwa jika terjadi kerugian dengan sendirinya akan
terkompensasi dengan dana cadangan, dan apabila tidak mencukupi ditambah
dengan.simpanan. Dapat dimengerti adanya ketentuan dalam hukum dagang
bahwa jika kerugian suatu perusahaan mencapai lebih dari setengah
modalnya wajib diumumkan. Karena modal perusahaan sudah berkurang dan
beresiko.
Pemupukan dana cadangan koperasi
dilakukan secara terus-menerus berdasar prosentase tertentu dari SHU,
sehingga bertambah setiap tahun tanpa batas. Jika koperasi menerima
fasilitas pemerintah, ditentukan bahwa prosentasi penyisihan dana
cadangan semakin besar. Dana cadangan sering lebih besar jumlahnya
dibanding simpanan anggota. Apabila dana cadangan menjadi sangat besar
dan simpanan anggota tetap kecil, maka koperasi tidak ubahnya seperti perusahaan bersama atau
mutual company (onderling; perusahaan tanpa pemilik). Ada yang
berpendapat bahwa memang mutual company merupakan bentuk akhir dari
koperasi, yang tentu bukan menjadi tujuannya. Dilihat dari tujuan dana
cadangan untuk menutup kerugian, jumlah dana cadangan dapat dibatasi
sampai jumlah tertentu sesuai keperluan. Misalnya disusun sampai
mencapai sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah modal koperasi.
Sebelum mencapai jumlah tersebut penggunaannya dibatasi hanya untuk
menutup kerugian. Setelah tercapai jumlah tersebut dapat ditambah sesuai
dengan kepentingan koperasi.
Ada pendapat di kalangan koperasi bahwa
dana cadangan merupakan modal sosial, bukan milik anggota dan tidak
boleh dibagikan kepada anggota sekalipun dalam keadaan koperasi
dibubarkan. Sebenarnya tidak tepat ada larangan penggunaan dana cadangan
termasuk untuk dibagikan kepada anggota, sepanjang tidak melanggar
batas minimumnya. Misalnya pada saat koperasi mengalami kerugian dalam
tahun buku tertentu, tetapi ingin membagikan SHU kepada anggota dengan
pertimbangan tidak merugikan usaha koperasi dan melanggar ketentuan
tentang dana cadangan.
Hibah
Hibah adalah pemberian yang diterima
koperasi dari pihak lain, berupa uang atau barang. Hibah muncul sebagai
komponen modal sendiri disebabkan karena pengalaman banyak koperasi
menerima hibah, terutama dari pemerintah. Maksud ketentuan hibah dalam
UU adalah agar koperasi dapat memeliharanya dengan baik dan dicatat
dalam neraca pos modal sendiri. Koperasi yang menerima hibah harta tetap
seperti peralatan atau mesin diwajibkan melakukan penyusutan, sehingga
pada saatnya koperasi dapat membeli yang baru. Ketentuan tersebut
dianggap berlebihan, karena hibah seharusnya ditentukan oleh perjanjian
antara penerima dan pemberi hibah, termasuk persyaratan yang
disepakati. Status dan perlakukan akuntansi disesuaikan dengan
perjanjian tersebut. Karena hibah merupakan kejadian biasa yang sering
terjadi dalam dunia usaha, dan untuk waktu mendatang mungkin tidak
banyak lagi, maka ketentuan tentang hibah seharusnya tidak perlu
dicantumkan dalam UU. Hibah yang diterima koperasi cukup diatur dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hibah yang diterima koperasi
memang harus disyukuri, tetapi terkesan bahwa koperasi bermental
peminta-minta hibah dan seharusnya dihindarkan.
KEDUDUKAN MODAL DALAM KOPERASI
Anggota koperasi sebagai kumpulan orang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha koperasi,
dengan pengertian anggota sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi (UU Pasal 17). Koperasi adalah perusahaan yang berorientasi kepada pengguna jasa atau user oriented firm (UOF). Koperasi bukan kumpulan modal atau perusahaan yang berorientasi kepada investor atau investor oriented firm (IOF).
Modal merupakan unsur penting dalam menjalankan usaha, tetapi jika
koperasi mengandalkan kekuatan modal seperti pesaingnya, maka koperasi
tidak akan mampu menandinginya. Jika koperasi menggunakan cara lawannya,
maka koperasi akan menghadapi pergulatan tanpa akhir (never ending struggle)
untuk memiliki modal yang mencukupi. Modal utama koperasi adalah orang
atau anggotanya yang bersedia menyatukan usahanya melalui kegiatan
koperasi.
Cara paling konvensional yang dianut koperasi dalam berusaha adalah pooling, yaitu pembelian ataupenjualan bersama.
Pembelian bersama dilakukan oleh koperasi konsumen yang anggotanya
memerlukan barang konsumsi. Sedang penjualan bersama diperlukan oleh
koperasi produsen yang anggotanya memerlukan penjualan barang yang
diproduksi dan atau pembelian bersama sarana produksi. Meskipun modal
tetap diperlukan, tetapi dengan pooling kebutuhan modal dapat ditekan serendah mungkin (minimized), karena tidak ada transaksi jual-beli antara koperasi dengan anggotanya. Koperasi memperoleh komisi pembelian atau penjualan bersama, yang berarti koperasi bekerja atas dasar anggaran atau operation at cost.
Dalam hal ini bukan perhitungan untung-rugi yang digunakan, tetapi SHU atau surplus akibat efisiensi. Contoh pooling yang sampai sekarang tetap berjalan adalah penjualan susu (milk)
yang dilakukan oleh koperasi di lingkungan Gabungan Koperasi Susu
Indonesia (GKSI) kepada Industri Pengolahan Susu (IPS), dan penjualan
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit oleh koperasi sawit kepada industri
pengolahan minyak. Cara pooling memberikan alasan yang paling kuat bagi
koperasi untuk memperoleh keringanan pajak penghasilan (income tax), karena tidak ada transaksi jual-beli antara koperasi dengan anggota
Masalah biasanya muncul ketika koperasi
memasuki proses bisnis yang lebih rumit seperti bergerak dalam usaha
pengolahan atau manufaktur, sehingga cara pooling menjadi kurang
praktis. Pengumpulan bahan baku dari anggota dilakukan berdasar
transaksi jual-beli, Perhitungannya berdasar untung-rugi dengan perolehan keuntungan (laba)
dan bukan surplus, Dalam cara ini insentif kepada anggota tetap dapat
diberikan melalui harga pembelian yang tinggi sesuai perhitungan harga
jual produk akhir (active price policy) disamping pembagian keuntungan setiap tahun (deviden).
Disamping itu, usaha koperasi lain yang
berkaitan dengan pemupukan modal anggota adalah kegiatan simpan pinjam
yang dilakukan oleh KSP atau credit unions.
KEBUTUHAN MODAL KOPERASI
Koperasi ataupun perusahaan pada umumnya
memerlukan modal dalam jumlah dan peristiwa tertentu sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan usahanya, yaitu (1) pada waktu didirikan dan
hendak memulai usaha koperasi memerlukan modal dalam jumlah minimum
tertentu, (2) pada waktu melakukan perluasan usaha memerlukan tambahan
modal, dan (3) pada waktu mengalami kesulitan yang hanya dapat diatasi
dengan menambah modal. Perusahaan pada umumnya memiliki mekanisme untuk
mengatasi permodalan dengan saham, yaitu ada ketentuan tentang minimu,m
modal saat didirikan dalam bentuk modal dasar, modal ditempatkan dan
modal disetor. Mekanisme penambahan modal dilakukan dengan mengeluarkan
saham baru.
Mekanisme dan cara penghimpunan modal
pada koperasi tidak sama dengan cara penghimpunan modal pada perusahaan
secara umum. Pada koperasi ketentuan yang mengharuskan adanya minimum
modal pada waktu didirikan tidak ada, kecuali untuk KSP dan Unit Simpan
Pinjam (USP). Adanya ketentuan seperti itu tidak menggembirakan dan
banyak ditentang oleh kalangan KSP dan USP, .karena dianggap
memberatkan. Kebiasaan penghimpunan simpanan berangsur secara berkala
menyulitkan mekanisme penambahan modal yang diperlukan pada waktu
tertentu. Simpanan pokok merupakan syarat keanggotaan yang dibayar waktu
masuk menjadi anggota, yang umumnya dalam jumlah kecil.
Simpanan wajib
dibayar secara berkala, bulanan atau musiman, memakan waktu lama untuk
mencapai jumlah tertentu. Selain itu juga disebabkan karena umumnya
anggota koperasi tidak mempunyai kemampuan untuk menyimpan dalam jumlah
yang besar. Penambahan modal untuk keperluan perluasan usaha sulit
dilakukan. Salah satu contoh kesulitan koperasi untuk menambah modal
untuk menyelesaikan kesulitan yang hanya dapat dilakukan dengan
penambahan modal adalah Bank Bukopin ketika masih berstatus badan hukum
koperasi.
Beberapa waktu yang lalu Bank Bukopin mengalami kesulitan
dalam usahanya, dan bisa bangkrut jika tidak ditambah modal. Anggota
tidak mampu menambah modal, sedang tambahan modal dari bukan anggota
tidak dimungkinkan dalam bentuk simpanan. Karena alternatif yang dipilih
adalah Bank Bukopin harus tetap hidup, maka diubah badan hukumnya
menjadi perseroan terbatas (PT), yang memungkinkan pihak lain dapat
membeli saham. Prosentasi saham milik koperasi menjadi sangat kecil.
Kini kalangan koperasi tidak suka dengan perubahan badan hukum Bank
Bukopin dan ingin mengembalikan menjadi berstatus badan hukum koperasi,
jika dimungkinkan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar