Rabu, 04 Juli 2012

Perekonomian Indonesia Pada Masa Pemerintahan SBY

Pada pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia Menurut pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latief Adam, kinerja pemerintah  di bidang ekonomi sepanjang  satu tahun terakhir tidak mengalami kemajuan. Ia menilai pemerintah masih bangga dengan pencapaian-pencapaian bersifat teori yang ditulis dalam RAPBN 2011. Padahal menurutnya yang terpenting adalah realisasi target pencapaian yang dapat dilihat dari berkurangnya angka pengangguran dan angka kemiskinan  yang ternyata belum berhasil dilakukan pemerintah hingga sekarang.

Penganguran dan kemiskinan yang dari dahulu tidak pernah terselesaikan masalahnya , seharusnya pemerintah harus lebih berkerja keras untuk masalah-masalah rakyat tersebut. Tapi kenyataannya masih belum.

Sebenarnya masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang sampai saat ini belum diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja atau berada pada kisaran 9 juta orang.

Angka pengangguran yang menurun serta perkembangan harga yang relatif stabil berpengaruh pada penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun 2009. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah penduduk miskin antara meningkatnya penerimaan upah riil harian buruh tani, menurunnya rata-rata harga beras nasional serta stabilnya inflasi. Penurunan kemiskinan juga dipengaruhi oleh program pemerintah yaitu penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk keluarga miskin. Juga adanya program seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Dengan angka pertumbuhan ekonomi yang diprediksi mencapai 6,5 persen, serta pendapatan nasional (PDB) sekitar 820 Milyar Dolar Amerika Serikat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memandang perekonomian Indonesia ke depan dengan optimis. Namun demikian, infrastruktur dan korupsi masih jadi hambatan.  
Dalam pidato usai pembukaan sesi perdagangan awal tahun di Bursa Efek Indonesia, Senin pagi, Presiden Yudhoyono memaparkan beberapa indikator perekonomian Indonesia di masa depan, yang ia katakan membuka banyak peluang di tengah-tengah krisis keuangan di Amerika Serikat dan Eropa. Situasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan nasional di masa depan.

Presiden SBY mengatakan, “Insya Allah ekonomi kita terakhir dari prognosisnya akan tumbuh sekitar 6,5 persen. Ketika dunia sedang mengalami krisis seperti sekarang ini, tentu patut disyukuri. GDP (pendapatan nasional) kita tahun 2011 diperkirakan akan mencapai sekitar 820 Milyar Dollar Amerika Serikat. Mudah-mudahan tidak terlalu lama lagi, di tahun-tahun mendatang bisa tembus 1 Trilyun Dollar Amerika Serikat, dan itu akan mengubah sejarah. Pendapatan per kapita kita telah tembus sekitar 3.400 Dollar Amerika per orang per tahun. Ini juga patut kita syukuri.”

Dari sisi pasar modal, Presiden mengapresiasi transaksi di BEI sepanjang 2011. Dari sisi kapital, ada peningkatan sebesar Rp 3500,6 Triyun. Sedangkan jumlah perusahaan yang mengeluarkan obligasi juga meningkat.

Meskipun demikian, sejumlah hambatan klasik masih menghadang; seperti infrastuktur, birokrasi yang lamban, serta korupsi yang menghilangkan kesempatan investasi yang lebih banyak. Jalan keluar yang akan diupayakan tahun ini adalah peningkatan alokasi dana sisa APBN untuk infrastruktur.

“Porsi APBN kita tingkatkan. Ini ada sisa anggaran lebih sudah saya pesan kepada Menteri Keuangan sekitar Rp40 Trilyun, maka gunakan sebagian untuk meningkatkan infrastruktur agar terjadi pergerakan ekonomi yang lebih pesat lagi,” papar Presiden Yudhoyono.
Pada sesi tanya jawab, Amir, seorang analis pasar modal, menanyakan sejauh mana kebijakan strategis pemerintah bisa mengurangi dampak krisis keuangan Amerika dan Eropa, bagi para pelaku industri keuangan.

“Seperti tadi Bapak sampaikan, bahwa persoalan krisis utang di Amerika dan Eropa bahkan di Jepang itu jauh dari tuntas, tentu ini berdampak pada perekonomian global termasuk di Indonesia. Khususnya karena kami di industri keuangan, apa saja yang sudah dan akan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan ekonomi, mengingat di tahun 2008 (krisis keuangan akibat kredit macet sektor properti di AS) itu cukup traumatis, pak, dan ini banyak ditanyakan oleh para investor,” ujar Amir.

Atas pernyataan ini, Presiden mengatakan pemerintah dan Bank Indonesia melakukan strategi ibarat permainan sepak bola yang kuat, saling mendukung satu sama lain. Kebijakan fiskal diperkuat agar investasi tetap tumbuh di tengah-tengah krisis.

“Agar menang dalam permainan bola kiper harus bagus, bek (pemain belakang) juga harus kuat kalau tidak kebobolan. Bikin pertahanan belakang jangan sampai kebobolan, ini ibaratnya kebijakan moneter dan fiskal; yang bagus, yang tepat, yang “sehat”. Tetapi kalau hanya jaga gawang mungkin enggak kemasukan (investasi) tetapi kita tidak bisa memasukkan. 

Oleh karena itu perlu gelandang dan striker, ini kebijakan perbankan, kebijakan BI yang memungkinkan sektor riil bisa mendapatkan dana dan likuiditas sehingga bisa melaksanakan investasi,” demikian penjelasan Presiden SBY.

So, gambaran Indonesia menjadi negara yang sejahtera masih belum terlihat, diterawang pun ngga ada hasil :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar